Data Penerima Bansos Kerap Timbulkan Kegaduhan, PKDI Minta Kejelasan Ke Dinsos
Dari audensi para Kades ingin mendapat kejelasan langsung terkait mekanisme pendataan dan penetapan penerima bantuan yang selama ini menjadi sumber pertanyaan warga. |
Dari audensi para Kades ingin mendapat kejelasan langsung terkait mekanisme pendataan dan penetapan penerima bantuan yang selama ini menjadi sumber pertanyaan warga.
Ketua PKDI Kabupaten Blitar, Rudi Puryono, mengatakan gelombang keluhan yang masuk dari warga bukan lagi bersifat insidental, tetapi hampir terjadi setiap hari denganb beragam pertanyaan datang dari warga.
"Terutama warga yang merasa tidak mendapatkan bantuan meski merasa berhak, sementara ada penerima yang dianggap tidak layak menjadi pemicu kecemburuan sosial di masyarakat," ujar Rudi Puryono.
Menurut Rudi, desa sebagai struktur pemerintah paling bawah selalu jadi tempat pertama warga mengadu. Dan tidak sedikit yang mengira desa yang menentukan penerima bansos.
"Padahal kami hanya memverifikasi data dari pusat. Karena itu kami datang ke Dinsos untuk mendapatkan penjelasan yang bisa kami sampaikan kembali ke warga,” terang Rudi.
Ia, menjelaskan sejumlah keluhan muncul karena masyarakat kerap menilai berdasarkan kondisi yang terlihat. Misalnya, warga menilai seseorang tidak layak karena memiliki sepeda motor, padahal kendaraan tersebut bukan milik pribadi si penerima, sehingga tidak dihitung sebagai aset dalam sistem nasional.
“Sistem melihat data kepemilikan, bukan apa yang tampak di rumah orang. Hal-hal seperti ini tidak banyak dipahami warga, sehingga keluhannya selalu diarahkan ke desa,” jelasnya.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Blitar, Mikhael Hankam Indoro, menyampaikan bahwa persoalan data bansos berkaitan erat dengan sistem nasional yang menggabungkan banyak basis data berbeda. Karena itu, peran desa menjadi sangat penting untuk memastikan data tetap mutakhir.
“Perbaikan data dimulai dari desa. Desa tidak hanya mengusulkan yang layak menerima, tetapi juga harus melaporkan siapa yang sudah tidak layak lagi. Dua arah ini penting supaya data bansos makin akurat,” jelas Mikhael.
Ia juga mengakui bahwa salah satu penyebab penerima tidak tepat sasaran adalah turunnya BNBA (By Name By Address) dari pusat lebih cepat daripada proses verifikasi desa. Hal ini menyebabkan nama yang sebenarnya tidak lagi memenuhi kriteria masih tercantum sebagai penerima.
“Kadang data dari pusat turun lebih cepat daripada proses verval desa. Inilah yang membuat nama yang tidak layak masih masuk. Kami memahami mengapa warga akhirnya bertanya ke desa,” ujarnya.
Sebagai langkah perbaikan, Dinsos meminta desa memperbarui data secara rutin melalui aplikasi SIKS-NG, sekaligus mengirimkan usulan manual yang akan dihimpun dan ditandatangani Bupati sebelum diteruskan ke Pusdatin. Langkah ini diharapkan mempercepat pembaruan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DT-SEN).
Dalam audiensi, Dinsos juga menjelaskan rencana pengembangan aplikasi pemetaan bansos berbasis desil yang ditargetkan terealisasi pada 2026. Aplikasi tersebut nantinya menampilkan data penerima bansos hingga tingkat desa secara detail, sehingga perangkat desa dapat memberikan klarifikasi kepada warga dengan lebih mudah dan akurat.
Pertemuan ditutup dengan komitmen meningkatkan koordinasi antara PKDI dan Dinsos. Rudi menegaskan bahwa kepastian mekanisme sangat diperlukan agar pemerintah desa dapat menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat.
“Warga berhak mendapat jawaban yang jelas. Karena itu, kami perlu memahami mekanisme secara utuh agar penjelasan kami tepat dan dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Kontributor : Erina Aini
Editor : Tim Beritajurnal
Dalam segala situasi, beritajurnal.id (Berita Jurnal) berkomitmen memberikan fakta yang tepat dan akurat dari lapangan untuk mendukung Jurnalisme. Berikan dukungan karya jurnalis sekarang di beritajurnal.id@gmail.com


